Tafsir Surat Al-Mulk ayat 16 - 19
Allah Ta’ala berfirman,
أَأَمِنْتُمْ
مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ
(16) أَمْ أَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ أَنْ يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ
حَاصِبًا فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ (17)
“Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berada) di atas langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba bumi itu bergoncang?, atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berada) di atas langit bahwa Dia akan mengirimkan badai yang berbatu. Maka kelak kamu akan mengetahui bagaimana (akibat mendustakan) peringatan-Ku?” (QS. Al Mulk: 16-17)
Di antara faedah ayat di atas:
Siksaan Akibat Mendustakan Peringatan Allah
Ayat
di atas menunjukkan akibat yang diperoleh di dunia sebelum di akhirat
bagi siapa saja yang mendustkan peringatan Allah. Allah boleh jadi akan
menjungkir balikkan bumi bersama mereka atau mendatangkan badai yang
berbatu, atau pun siksaan pedih lainnya. Oleh karena itu, hendaknya
setiap orang itu waspada dari mendurhakai dan mendustakan peringatan
Allah Ta’ala.
Keyakinan Ahlus Sunnah, Allah Di Atas Langit
Dua ayat di atas menunjukkan dengan tegas bahwa Allah di atas langit.
أَأَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berada) di atas langit?
أَمْ أَمِنْتُمْ مَنْ فِي السَّمَاءِ
Atau apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berada) di atas langit?
Menurut Ahlus Sunnah, kalimat
(فِي السَّمَاءِ)
ada dua makna:
- Fi di sini bermakna ‘ala, artinya di atas. Sehingga makna fis sama’ adalah di atas langit.
- Sama’ di sini bermakna ketinggian (al ‘uluw). Sehingga makna fis sama’ adalah di ketinggian.
Dua makna di atas tidaklah bertentangan. Sehingga dari sini jangan dipahami bahwa makna “fis samaa’ (di langit)” adalah di dalam langit sebagaimana sangkaan sebagian orang. Makna “fis samaa’ ” adalah sebagaimana yang ditunjukkan di atas, yaitu di atas langit atau di ketinggian.[1]
Bandingkanlah
saat ini dengan aqidah sebagian orang yang menyatakan bahwa Allah ada
di mana-mana, atau ada di setiap hati manusia. Aqidah semacam ini jika
tidak lepas dari aqidah kufur dan menyesatkan. Padahal, perlu diketahui
bahwa aqidah Allah di atas langit adalah aqidah keempat imam madzhab. Di
antaranya kita dapat melihat pada pernyataan Imam Asy Syafi’i rahimahullah.
Syaikhul
Islam berkata bahwa telah mengabarkan kepada kami Abu Ya’la Al Kholil
bin Abdullah Al Hafizh, beliau berkata bahwa telah memberitahukan kepada
kami Abul Qosim bin ‘Alqomah Al Abhariy, beliau berkata bahwa
Abdurrahman bin Abi Hatim Ar Roziyah telah memberitahukan pada kami,
dari Abu Syu’aib dan Abu Tsaur, dari Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy
Syafi’i (yang terkenal dengan Imam Syafi’i), beliau berkata,
“Perkataan dalam As Sunnah yang aku dan pengikutku serta pakar hadits
meyakininya, juga hal ini diyakini oleh Sufyan, Malik dan selainnya :
“Kami mengakui bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan
benar kecuali Allah. Kami pun mengakui bahwa Muhammad adalah utusan
Allah.” Lalu Imam Asy Syafi’i mengatakan, “Sesungguhnya Allah berada di
atas ‘Arsy-Nya yang berada di atas langit-Nya, namun walaupun begitu
Allah pun dekat dengan makhluk-Nya sesuai yang Dia kehendaki. Allah
Ta’ala turun ke langit dunia sesuai dengan kehendak-Nya.” Kemudian
beliau rahimahullah menyebutkan beberapa keyakinan (i’tiqod) lainnya.[2]
Bahkan
sebagian ulama besar Syafi’iyah mengatakan bahwa dalam Al Qur’an ada
1000 dalil atau lebih yang menunjukkan Allah itu berada di ketinggian di
atas seluruh makhluk-Nya. Dan sebagian mereka lagi mengatakan ada 300
dalil yang menunjukkan hal ini.”[3]
Banyak
yang mengaku Syafi’iyah namun menolak jika Allah dinyatakan berada di
atas, padahal keyakinan ini didukung oleh 1000 dalil. Sungguh aneh!
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَكَيْفَ كَانَ نَكِيرِ
“Dan sesungguhnya orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul-rasul-Nya). Maka alangkah hebatnya kemurkaan-Ku.” (QS. Al Mulk: 18)
Di antara faedah ayat di atas:
Setiap Pembawa Peringatan Ada Yang Akan Mendustakan
Ayat
ini menunjukkan bahwa orang-orang terdahulu sering mendustakan para
rasul. Padahal akhlaq para rasul sungguh mulia. Namun meskipun begitu
mereka masih tetap didustakan. Akibatnya, Allah pun menjadi murka.
Begitu
pula dengan penyampai dakwah pasti juga akan mengalami hal semacam itu,
mereka pun pasti akan mendapatkan banyak pro-kontra. Apalagi ditambah
dengan akhlaq yang buruk yang jauh dari tuntunan para rasul, justru
seperti ini akan semakin ditentang dan ditentang.
Allah Ta’ala berfirman,
أَوَلَمْ
يَرَوْا إِلَى الطَّيْرِ فَوْقَهُمْ صَافَّاتٍ وَيَقْبِضْنَ مَا
يُمْسِكُهُنَّ إِلَّا الرَّحْمَنُ إِنَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ بَصِيرٌ
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pemurah. Sesungguhnya Dia Maha Melihat segala sesuatu.” (QS. Al Mulk: 19)
Di antara faedah ayat di atas:
Tanda Kekuasaan Allah pada Burung-burung
Ayat
ini menunjukkan tanda kekuasaan Allah yang dapat membuat seekor burung
mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di udara. Ayat ini serupa dengan
firman Allah Ta’ala,
أَلَمْ
يَرَوْا إِلَى الطَّيْرِ مُسَخَّرَاتٍ فِي جَوِّ السَّمَاءِ مَا
يُمْسِكُهُنَّ إِلا اللَّهُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Tidakkah
mereka memperhatikan burung-burung yang dimudahkan terbang diangkasa
bebas. Tidak ada yang menahannya selain daripada Allah. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran
Tuhan) bagi orang-orang yang beriman.” (QS. An Nahl: 79)[4]
Tanda-tanda ini agar setiap hamba dapat mengambil pelajaran darinya.
Allah Maha Melihat
Ayat
ini menunjukkan bahwa Allah Maha Melihat segala perbuatan makhluk.
Allah Ta’ala juga Maha Melihat manakah maslahat yang terbaik bagi
makhluk.[5]
Semoga yang sedikit ini semakin mendorong kita untuk giat mempelajari kitabullah dan gemar merenungkannya.
Segala puji bagi Allah yang dengan segala nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Diselesaikan di pagi hari yang penuh berkah, 23 Jumadil Awwal 1431 H (07/05/2010)
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.rumaysho.com
[1] Lihat Syarh Al ‘Aqidah Ath Thohawiyah, Ibnu Abil Izz Al Hanafi, hal. 439, Muassasah Ar Risalah, cetakan kedua, tahun 1421 H.
[2] Lihat Itsbatu Shifatul ‘Uluw, hal. 123-124. Disebutkan pula dalam Al ‘Uluw lil ‘Aliyyil Ghofar, hal.165
[3] Lihat Majmu’ Al Fatawa, Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni, 5/121, Darul Wafa’, cetakan ketiga, tahun 1426 H. Lihat pula Bayanu Talbisil Jahmiyah, Ahmad bin Abdul Halim Al Haroni, 1/555, Mathba’atul Hukumah, cetakan pertama, tahun 1392 H.
[4] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 14/76, Muassasah Qurthubah.
[5] Idem
Blogger Comment
Facebook Comment