
Oleh karena itulah, kita dapati
dalam ajaran Islam ini berbagai anjuran dan dorongan kepada pemeliknya untuk
bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhan duniawinya. Dan dilain sisi, Islam juga
memberikan rambu-rambu, agar jangan sampai pekerjaan yang dilakukan seorang
muslim malah menjerumuskannya dalam kesengsaraan di akhirat.
Seorang Muslim Dalam Bekerja
Seorang muslim tentu mengetahui bahwa hidup didunia hanyalah bagaikan jembatan menuju kehidupan diakhirat. Dan setiap Muslim hendaknya memahami bahwa keberadaannya didunia ini hanyalah untuk menghamba dan merendahkan diri hanya kepada penciptanya. Oleh karena itu, dalam bekerja seyogyanya seorang Muslim memerhatikan beberapa hal berikut agar tidak salah dalam pekerjaan yang dia lakukan;
- Seorang Muslim bekerja dalam rangka menjalankan perintah Allah Subhanahu Wata’ala. Ini adalah poin yang sangat penting. karena dengan inilah seorang Muslim bisa bersikap ikhlas dalam bekerja
- Seorang Muslim bekerja untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya sehingga tidak meminta-minta kepada yang lain. Dalam salah satu hadist, Rasulullah pernah bersabda kepada Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiallahu ‘anhu yang menyangka dirinya akan segera meninggal
"Sesungguhnya jika engkau meninggalkan ahli warismu dalam kecukupan maka hal itu lebih baik dari pada engkau tinggalkan mereka dalam kekurangan sehingga meminta-minta kepada manusia. Dan sungguh, tiada satu nafkah pun yang engkau keluarkan karena mencari wajah Allah melainkan pasti akan dibalas pahala karenanya, sampai pun apa yang engkau suapkan ke mulut istrimu." Muttafaq 'alaih)
- Seorang muslim bekerja dengan menjalankan usaha-usaha yang halal, tidak menerjang larangan-larangan Allah. Karena semua yang ada di sisi Allah, termasuk rezeki dan harta yang berkah, tidak bisa diperoleh kecuali dengan menaati Allah Subhanallahu wa Ta’ala.
- Seorang muslim bekerja dibarengi dengan tawakal kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Kewajiban seorang muslim adalah berusaha dengan cara yang tidak dilarang, sedangkan hasil ditentukan oleh Allah dengan hikmah-Nya. Oleh karena itu, tawakal harus senantiasa mengiringi usaha yang dilakukan. Dengan tawakal seorang muslim akan tawadhu' (rendah hati) ketika sukses dalam usaha, dan tidak akan putus asa ketika mengalami kegagalan.
Meminta-minta (mengemis) Bukanlah Pekerjaan
Dalam suatu hadits, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,
"Sungguh jika salah seorang di antaramu mengambil talinya, lalu dia datang membawa seikat kayu bakar di atas punggungnya untuk dijualnya, sehingga dengan itu Allah melindungi mukanya, maka hal itu lebih baik dari pada meminta-minta kepada orang lain, sama saja apakah mereka memberi ataukah tidak." (Riwayat al-Bukhari).
"Tidaklah seseorang makan suatu makanan yang lebih baik dari hasil usahanya sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Daud ‘Alaihissalam makan dari hasil usahanya sendiri." (Riwayat al-Bukhari)
Dua hadits di atas dan hadits lain yang semakna dengannya, menunjukkan akan
kemuliaan seorang yang bekerja dan hinanya orang yang meminta-minta (baca:
mengemis). Dan ini sekaligus sebagai dalil bahwa mengemis tidak bisa dikatakan
sebagai sebuah pekerjaan. Bahkan dalam beberapa hadits yang lain ada ancaman
bagi orang-orang yang suka meminta-minta padahal dia tidak berhak meminta-minta
dan dia memiliki kemapuan untuk berusaha.
Al-Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan beberapa kejelekan dari meminta-minta yang menyebabkan hal itu termasuk perkara yang terlarang, “Seandainya bukan karena keburukan meminta-minta dipandangan syariat, tentunya pekerjaan yang berat tidak akan lebih diutamakan dari padanya. Hal itu disebabkan karena orang yang meminta-minta akan mendapatkan kerendahan dan kehinaan dari sikap meminta-minta. Ditambah lagi, kehinaan jika ditolak permintaannya. Disamping itu juga karena akan menyebabkan kesempitan bagi orang yang diminta dalam hartanya jika dia memberi setiap orang yang meminta." (Fathul Bari)
Al-Hafizh Ibnu Hajar menjelaskan beberapa kejelekan dari meminta-minta yang menyebabkan hal itu termasuk perkara yang terlarang, “Seandainya bukan karena keburukan meminta-minta dipandangan syariat, tentunya pekerjaan yang berat tidak akan lebih diutamakan dari padanya. Hal itu disebabkan karena orang yang meminta-minta akan mendapatkan kerendahan dan kehinaan dari sikap meminta-minta. Ditambah lagi, kehinaan jika ditolak permintaannya. Disamping itu juga karena akan menyebabkan kesempitan bagi orang yang diminta dalam hartanya jika dia memberi setiap orang yang meminta." (Fathul Bari)
Oleh karena itu, kita dapati para teladan umat manusia, yaitu para Nabi dan Rasul, pun mereka bekerja dan tidak meminta-minta. Nabi Daud adalah seorang pandai besi, sedangkan Nabi Sulaiman adalah seorang tukang kayu. Maka bekerja, dengan pekerjaan apa pun yang halal, adalah sebuah kemuliaan. Adapun mengemis adalah kehinaan. Wallahu a'lam.
Sumber : aburasyid.com
Blogger Comment
Facebook Comment